RIAUERA.com - Perilaku korupsi dinilai mencederai bangsa lantaran membuat perekonomian negara semakin sulit yang bisa saja berdampak pada kerusakan alam.
Koordinator Harian Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK) Niken Ariati menyebut, korupsi sangat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.
"Sejauh apapun inovasi yang dilakukan negara selama masih ada korupsi, pertumbuhan ekonomi menjadi sulit digapai," kata Niken dalam diskusi Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2024, Senin (9/12).
Masifnya praktik korupsi juga mengakibatkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) masih stagnan dengan nilai yang relatif tidak berubah.
Perbandingan IPK ini perlu dilakukan dengan negara maju seperti Denmark, jika Indonesia ingin bergerak menjadi negara maju.
Tak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi, prilaku korupsi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Aparat penegak hukum yang tak dapat mencegah dan memberantas korupsi akan semakin memperparah kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, kerusakan alam, hingga biaya ekonomi yang tinggi.
"United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) mencatat dampak dari korupsi itu melanggar hak asasi manusia secara umum," ucap Niken.
Sementara, Kepala Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) Jaleswari Pramordhawardani menyatakan, peringatan Hakordia diharapkan tidak hanya sebatas seremonial. Tetapi juga harus mampu menjadi agen perubahan, agar Indonesia bisa terbebas dari prilaku korupsi.
"Menjadi penting untuk melihat seberapa jauh kita melangkah dalam membendung banjir korupsi yang merendam negara ini," ucap Jaleswari.
Ia mengapresiasi, Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan komitmennya dalam pengentasan korupsi di berbagai forum dan perlu menjadi pedoman pada setiap aparat penegak hukum.
"Kita perlu melakukan bedah besar terhadap sistem kita. Sebab korupsi bukan tindakan individu yang serakah,
melainkan sistem yang memungkinkan tindakan itu dapat terjadi," ucap Jaleswari.
Menurutnya, struktur kekuasaan yang sentralistik, birokrasi yang kaku, dan lemahnya pengawasan publik menjadi lahan subur untuk korupsi.
Ia menekankan, peran masyarakat sipil dan media sangat krusial dalam pemberantasan korupsi.
"Pengawasan dan kontrol sosial dari masyarakat sipil dapat menjadi benteng pertama dalam melawan korupsi," pungkasnya.